Pencemaran E-Coli


Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta melaporkan 80% sampel air tanah di lima wilayah yang terdiri dari 75 sumur di 75 kelurahan di Jakarta tercemar bakteri E-coli.

Berdasarkan hasil pengambilan sampel dan pemeriksaan di laboratorium lingkungan BPLHD di 75 lokasi tadi, terjadi peningkatan jumlah wilayah dengan kadar coliform (tercemar tinja) serta bakteri fecal coli yang melebihi ambang batas. Wilayah yang melebihi ambang batas untuk coliform meningkat dari 61% menjadi 67%. Sedangkan bakteri fecal coli meningkat dari 61% menajdi 64%.

"Bahkan hasil penelitian terbaru menunjukkan, suatu daerah di Jakarta Utara memiliki kadar coliform sebanyak 98%," kata Kepala BPLHD DKI Jakarta, Kosasih Wirahadikusumah saat ditemui Media Indonesia di ruangannya beberapa waktu lalu.

Padahal, lanjutnya, setengah dari penduduk Jakarta menggunakan air tanah untuk keperluan rumah tangga, seperti air minum, mandi, mencuci, dan memasak. "Kondisi ini tentu memprihatinkan, karena akan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Sementara pasokan air dari PDAM dan kedua mitra asingnya hanya menjangkau 55% wilayah DKI jakarta, " kata Kosasih.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, selain E-coli sebagai parameter mikrobiologi, hasil sampel parameter kimia dan fisika juga memperlihatkan kondisi air tanah di beberapa lokasi di Jakarta buruk.

Beberapa zat kimia anorganik,seperti besi (Fe) dan mangan (Mn) ditemukan melebihi ambang baku mutu di beberapa lokasi tertentu. Terdapat pula satu titik dengan kandungan fluor melebihi ambang  baku mutu. Selain itu terdapat pula lokasi dengan kadar keasaman (pH) yang melampaui batas baku mutu, yaitu dari 6-9, juga kandungan detergen yang melebihi ambang baku mutu.

Air tanah umumnya tercemar oleh rembesan dari septic tank yang bisa disebut black water dan juga pencemaran dari air laut akibat intrusi ataupun sedimentasi. Sedangkan sumber pencemaran sumur air tanah antara lain dari septic tank, tempat sampah, industri, salon kecantikan, bengkel, serta saluran got dan sungai.

Saat ini sumber pencemar nomor satu di DKI Jakarta adalah limbah domestik. Limbah inilah yang mendominasi turunnya kualitas air bawah tanah. Di Jakarta kontribusi limbah domestik berkisar antara 70%-80% dari keseluruhan limbah, imbuhnya.

Salah satu langkah preventif untuk mengatasi pencemaran air tanah tersebut, adalah dengan memberlakukan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 122/2005 tentang pengolahan air domestik pada rumah tangga dan industri. Semacam instalasi pengolahan air limbah skala kecil.

Keputusan Gubernur itu akan dijadikan dasar dalam melakukan pengawasan dan pengendalian pencemaran air tanah. Untuk industri dan perkantoran, peraturan ini mensyaratkan sistem pengolahan limbah domestik. Pengolahan limbah domestik pada gedung perkantoran dan industri itu diharapkan mampu menjadi palang pintu pencemaran E-coli.


Disadur dari Media Indonesia.

Bookmark the permalink.